Bengkulu – DPW Bundo Kanduang Ikatan Keluarga Minang (IKM) Provinsi Bengkulu menggelar lomba tari minang, pakaian adat serta baju kuruang basiba tingkat pelajar dan umum dalam rangka memeriahkan milad ke 1 yang diadakan di hotel Adeva, kawasan obyek wisata Pantai Panjang, Kota Bengkulu, Minggu (17/11/2024).
Kegiatan ini mengangkat tema “Satukan gerak dan ekspresi dalam meraih prestasi dan baju Basiba serta pakaian adat minang sebagai wujud cinta budaya minang”. Untuk lomba tari diikuti oleh 17 peserta terdiri dari 8 kelompok tingkat SLTP dan 9 kelompok tingkat SLTA dan umum dengan menampilkan jenis tari cewang dan baguraudengan. Sedangkan untuk lomba baju adat dan baju kuruang basiba diikuti 18 orang peserta umum. Semua peserta tampil cantik dengan pakaian tradisi khas Minangkabau.
Pembukaan lomba tari minang, pakaian adat dan baju kuruang basiba ini dihadiri calon walikota Bengkulu nomor urut 5, Dr. Dedy Wahyudi, S.E., M.M, ketua DPW Bundo Kanduang, Dra. Hj Esi Nurasiah M.Pd serta seluruh pengurus bundo kanduang dan peserta.
Calon walikota nomor urut 5, Dedy Wahyudi yang juga mantan Wakil Walikota Bengkulu periode 2018–2023 yang didaulat membuka acara dalam sambutannya sangat mengapresiasi kegiatan DPW Bundo kanduang IKM yang telah menggelar acara tersebut. Karena melalui kegiatan ini selain wadah untuk menyalurkan bakat dan potensi anak-anak, juga sebagai wujud rasa cinta terhadap tanah leluhur walaupun berada di tanah rantau.
“Saya mengapresiasi lomba kesenian daerah ini sebagai bentuk kecintaan terhadap daerah leluhur walaupun berada di perantauan dan berharap kegiatan ini dapat berjalan dengan sukses dan lancar sesuai harapan kita bersama,” ujarnya.
Untuk itu Dedy berharap agar kegiatan ini dapat semakin berkembang dan dikenal serta dapat memberikan kontribusi dalam melestarikan budaya Minangkabau diperantauan.
Sementara itu salah satu panitia pelaksana, Murtiana ketika dikonfirmasi menjelaskan kegiatan ini dalam rangka milad pertama DPW Bundo Kanduang IKM Provinsi Bengkulu dengan mengangkat tema “Satukan gerak dan ekspresi dalam meraih prestasi dan baju Basiba serta pakaian adat minang sebagai wujud cinta budaya minang”
Murtiana menjelaskan selain memperingati milad ke I, kegiatan ini juga dilaksanakan untuk menjalin tali silaturahmi badunsanak antar sesama Bundo Kanduang yang ada di Provinsi Bengkulu
“Selain perayaan Milad ke I DPW Bundo Kanduang, juga menjadi wajah untuk ajang bersilaturahmi serta saling bertukar pikiran dan pendapat,” katanya.
Khusus untuk perlombaan, pihaknya mengadakan tiga jeni lomba terkait adat Minangkabau. Seperti lomba tari minang, lomba pakaian adat minang dan lomba baju kuruang basiba.
“Ketiga lomba ini kami gelar guna menambah ilmu Bundo Kanduang, serta mengingatkan kembali ketiga kegiatan ini berhubungan erat dengan adat Minangkabau dan selalu ada di setiap acara baralek (pernikahan-red),” jelasnya.
Ia menambahkan untuk jenis tari dan pakaian adat minang sudah umum dan hampir semua orang tahu dan selalu diperlihatkan pada setiap acara baik penyambutan tamu besar, tagak penghulu maupun pesta pernikahan tapi untuk baju kuruang basiba saat ini banyak perempuan Minangkabau yang tidak lagi memahaminya akibat pengaruh model pakaian modern dan kemajuan teknologi sehingga mereka lebih memilih pakaian dari luar daerah.
Murtiana menjelaskan baju kuruang basiba adalah pakaian adat khas perempuan Minangkabau. Baju ini longgar, panjang sampai lutut, dengan siba, kikik pada ketiak, dan leher tanpa kerah. Baju ini hampir selalu dipakai dalam kehidupan keseharian perempuan minang ataupun dalam upacara-upacara adat tradisional Minangkabau.
Baju kuruang adalah baju yang sifatnya mengurung atau menutup anggota badan seperti tangan, dada, paha dan kaki. Besarnya lengan baju untuk memudahkan Si pemakai ketika mengambil air wudu atau akan melakukan pekerjaan sehari-hari. Dalam hal ini baju kuruang basiba berfungsi religius yang melambangkan pemakainya wanita yang taat melaksanakan ajaran agama Islam.
Lebih lanjut Murtiana menjelaskan, baju kuruang basiba memiliki makna khusus pada setiap bagian. Pertama, bagian siba menggambarkan kemampuan perempuan Minangkabau menyambung dua kubu yang bertolak belakang. Kedua, bagian kikik atau daun budi berfungsi menutupi ketiak dan melindungi dari tampak malu. Pakaian ini melambangkan adat mamakai, yang berlaku siang dan malam.
Ketiga, baju berbentuk kuruang atau pengurung tubuh melindungi dan menutupi malu. Pakaian ini bersifat mengurung dan tidak menampakkan lekuk tubuh. Keempat, lengan baju dibiarkan lepas sampai pergelangan tangan, memudahkan aktivitas sehari-hari. Lengan ini mencerminkan kepatuhan terhadap aturan dan sopan santun.
Terakhir kelima, leher tanpa kerah berfungsi untuk menempatkan aksesoris yang mencerminkan kondisi keluarga. Aksesoris dipakai pada acara tertentu untuk menunjukkan status dan keadaan keluarga. (Rie)