Istri Cerdas Anggaran Kritis dan Suami Teriris

Mari kita bayangkan, di sebuah sudut kota yang mulai kehilangan gemerlapnya, berdiri rumah-rumah keluarga besar Sugiono.

Dahulu mereka hidup makmur, maklum, sang kepala keluarga, kakek Sugiono, adalah pemilik perusahaan besar yang nyaris menguasai segalanya, dari minyak goreng hingga minyak rambut.

Anak-anaknya, termasuk yang sudah berkeluarga, hidup dalam kenyamanan jatah bulanan yang selalu lancar.

Namun roda takdir berputar tanpa rem. Perusahaan bangkrut. Uang kakek Sugiono menyusut, tinggal cukup buat jajan cucu, itu pun kalau beliau ingat.

Salah satu anaknya, Randi, ikut terseret dalam badai itu. Ia sudah berkeluarga dan punya istri cerdas bernama Cindi. Tapi Cindi bukan sekadar ibu rumah tangga biasa. Ia adalah Avatar, pengendali lima elemen rumah tangga: air, api, tanah, angin, dan anggaran.

Di tangannya, manajemen rumah tangga berjalan seperti negara kecil yang disiplin, anak diatur, dapur diawasi, listrik dicermati, air PDAM dihitung, dan tentu saja, dompet suami dimonitor ketat.

Di rumah tangga, Randi kini menyandang jabatan sebagai BAPIMAK, Badan Pitih Masuak Keluarga. Tugas utamanya, mencari nafkah. Namun krisis tak mengenal belas kasih. Ia terpaksa berangkat kerja bermodal tekad yang compang-camping dan sandal jepit yang sudah lebih banyak kenangan daripada alas.

Begitu kas rumah mulai megap-megap, Cindi langsung menetapkan kebijakan rumah tangga: Efisiensi Total. Gayung di kamar mandi diganti dengan sendok demi mengontrol aliran air. Mandi dan gosok gigi ditetapkan cukup satu kali sehari, dengan catatan bisa digabung dalam satu sesi.

Urusan makan? Lauk disesuaikan dengan isi kulkas dan doa. Tapi air putih boleh banyak, agar tubuh tetap terhidrasi dan kenyang ilusi. Masak pun kembali ke zaman batu, pakai kayu bakar. Peralatan listrik? Hanya kulkas yang boleh menyala, sebagai satu-satunya alat modern yang masih dianggap berkontribusi pada kestabilan pangan. Lampu? Satu untuk seluruh rumah. Siapa pun yang ingin baca buku harus mengantre di bawah bohlam utama, yang kini jadi pusat peradaban keluarga.

โ€œDemi menyelamatkan APBK, Anggaran Pendapatan dan Belanja Keluarga!โ€ seru Cindi dengan bangga, sambil menempel pengumuman penghematan di pintu kulkas. Padahal, lebih mirip upaya mempercepat punahnya kenyamanan.

Baca Juga:  Pangan Murah Ramai Dikunjungi, Warga Senang Dapat Sembako Harga Terjangkau

Tapi tragedi sejati ada pada Randi. Ia tetap dituntut mencari uang dengan segala keterbatasan. Bensin? Dibatasi setetes dua tetes. Rokok? Dianggap musuh negara. Kopi? Diperlakukan seperti zat terlarang. Oli motor? “Kalau mesin masih bisa hidup, belum waktunya ganti,” tegas Cindi, seperti juru audit dari neraka.

Bagaimana mungkin Randi bisa jadi pejuang ekonomi dengan kondisi begitu? Bensin seret, ide mampet, dan satu-satunya motivasi hanyalah jangan sampai motor mogok di tengah deadline.

Sementara itu, anak-anak Sugiono yang lain mulai menunjukkan adaptasi lebih baik. Istri mereka memahami bahwa mendukung suami bukan hanya soal hemat. Suami-suami itu diberi modal kecil, diajak nongkrong strategis, disuruh ikut kursus daring, bahkan diajak cari cuan dari warung kopi dan grup WA alumni.

Istri bijak bukan cuma yang jago ngirit sampai silet pun ditipisin. Tapi yang tahu kapan harus berani keluarkan uang untuk membuka pintu pemasukan. Karena sering kali, justru ngasih dulu adalah jalan menuju dapat lebih banyak.

Cindi seharusnya sadar, tugasnya bukan hanya menahan pengeluaran sampai rumah tangga seperti puasa sebulan penuh, tapi juga mengatur strategi pertumbuhan. Mendukung Randi sebagai BAPIMAK bukan soal jatah harian yang dipotong harian, tapi soal keberlanjutan fiskal rumah tangga.

Efisiensi memang penting. Tapi efisiensi tanpa strategi adalah potong kompas menuju kegagalan. Apalagi kalau yang dipangkas justru hal-hal produktif, sementara yang bocor dibiarkan.

Kalau suami adalah mesin pencetak uang, masa dikasih bensin eceran dan oli bekas? Kalau semua dikencangkan tanpa arah, yang tersisa nanti cuma kulkas, itu pun kalau masih kuat bertahan.

Rumah tangga bukan museum penghematan. Jangan sampai semangat ngirit membunuh masa depan. Karena kalau terus begini, ekonomi keluarga Cindi dan Randi akan jalan di tempat, sementara waktu terus jalan ke depan.

Semoga sang istri cerdas itu segera sadar: mendukung suami bukan sekadar hemat, tapi soal memberi harapan.

*โฃCerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, itu adalah kebetulan semata. ๐Ÿ˜๐Ÿ˜ ๐Ÿ™๐Ÿ™ (Anizur Zoebir Tanjung)

 

Related Posts