LSF Indonesia Minta Masyarakat Sadar Menonton Film Sesuai Usia

TANAHDATAR, Bacalahnews – Lembaga Sensor Film (LSF) Indonesia mengharapkan kesadaran masyarakat untuk menonton film sesuai tingkatan usia.
Untuk memenuhi harapan itu, LSF Indonesia menggelar kegiatan Sosialisasi Gerakan Nasional bagi ribuan remaja, pelajar, dan mahasiswa di Kabupaten , Sumatera Barat, Kamis (24/10/2024) di dua tempat yaitu di Auditorium Kampus II Universitas Islam Negeri (UIN) Batusangkar dan Gedung Nasional Maharajo Dirajo Batusangkar.
Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Dr. Naswardi menyebut sosialisasi ini menjadi bagian upaya LSF, untuk memperkuat literasi masyarakat terkait perfilman.
“Sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang film, khususnya terkait kebijakan penyensoran film dan iklan film,” ucap Naswardi.
Ia menjelaskan kegiatan ini juga untuk menumbuhkan kepedulian masyarakat, dalam memilah tontonan yang sesuai dengan klasifikasi usia, sehingga masyarakat terhindar dari dampak negatif film yang tidak sesuai.
“Untuk Sumbar, kegiatan ini sudah masuk tahun kedua. Tahun lalu kita targetkan peserta yang lebih terbatas, sementara tahun ini kita targetkan tiga ribu peserta, namun yang hadir melebihi target hingga hampir 25 persen,” tutur Naswardi.
Ia menyampaikan dalam era perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat, film tidak hanya ditonton melalui bioskop atau televisi, tetapi juga dapat diakses melalui internet, platform digital, dan media sosial.
“Hal ini membuat akses masyarakat terhadap film menjadi lebih mudah tanpa batasan tempat dan waktu,” ucap Naswardi.
Ia mengingatkan hal ini juga berpotensi memberikan dampak negatif, terutama bila film yang ditonton tidak sesuai dengan klasifikasi usia penontonnya.
Naswardi menjelaskan, film yang mengandung konten-konten negatif seperti pornografi, kekerasan, perjudian, pelecehan, atau penodaan agama, bila dikonsumsi tanpa sensor, dapat merusak moral masyarakat, terutama generasi muda.
“Film yang mengandung konten-konten sensitif ini tentu memberikan dampak buruk, bila tidak ada upaya penyensoran yang dilakukan dengan baik. Oleh karena itu, LSF terus berupaya melindungi masyarakat dari dampak buruk film, tidak hanya melalui kebijakan Surat Tanda Lulus Sensor (STLS), tetapi juga dengan memperkuat literasi masyarakat dalam menonton film,” jelas Naswardi.
Sementara itu, Staf Ahli Gubernur Sumatera Barat Jasman menyampaikan dukungannya terhadap program sensor mandiri.
“Perkembangan teknologi membawa berbagai konten dari luar yang penyensorannya hanya bisa dilakukan secara mandiri. Banyak platform digital yang menayangkan konten kekerasan dan tidak layak untuk dikonsumsi oleh anak-anak. Oleh karena itu, orang tua harus aktif mengawasi penggunaan perangkat seperti smartphone oleh anak-anak mereka,” ucap Jasman.
Ia menyebut pentingnya pengawasan terhadap tontonan yang dikonsumsi oleh masyarakat.
“Banyak orang yang terpengaruh oleh tontonan dan kemudian menyebarkan konten tersebut kepada orang lain, sehingga ini bisa menjadi tantangan tersendiri bagi kita semua. Diharapkan gerakan ini dapat memberikan dampak positif dan membentuk masyarakat yang lebih sadar dalam memilih tontonan,” tutur Jasman.
Kegiatan sosialisasi ini menghadirkan narasumber Kepala Balai Media Kebudayaan Kemendikbudristek Abu Chanifah, Rektor UIN Batusangkar Prof. Delmus Puneri Salim, Ph.D., Kepala SMK Negeri 1 Batusangkar Febrison, M.Pd.T., Sutradara film Hadrah Daeng Ratu, serta konten kreator Verio Hasferi. (fantau)

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *