Air Mata dan Kata yang Tersendat

BUKITTINGGI – Sabtu siang (27/9/2025), udara sejuk di Cafe Kapecong Resort biasanya diiringi riuh tawa pengunjung yang menikmati secangkir kopi. Namun kali itu, suasananya lain.

Tawa berganti isak, dan setiap meja kayu seakan menjadi saksi bisu betapa sulitnya melepaskan seorang pemimpin yang dicintai.

Tangis itu pecah bukan karena duka, melainkan karena perpisahan. Yelrizon Sabirin, S.SH, Camat Guguk Panjang Kota , tengah bersiap menutup pengabdiannya sebagai aparatur sipil negara. Setelah 33 tahun menapaki jalan panjang birokrasi, masa persiapan pensiun pun tiba.

Air Mata dan Kata yang Tersendat
Satu demi satu pegawai maju memberi sambutan. Tidak ada yang benar-benar bisa menahan emosi. Suara yang bergetar, kalimat yang terputus, hingga air mata yang tumpah, menjadi tanda betapa dalamnya ikatan yang terjalin.

Sekretaris Kecamatan, Taifik Adi Putra, berusaha keras menjaga ketegaran saat berbicara.

“Pak Camat itu guru bagi kami. Banyak hal yang kami pelajari, dari cara mengambil keputusan sampai bagaimana menghadapi masalah di lapangan,” ucapnya, menahan suara yang hampir patah.

Senada dengan itu, Lurah Pakan Kurai, Rudi Anto, menyebut Yelrizon sebagai “perisai.”

“Kalau ada pegawai yang keliru, beliau meluruskan, bukan menyalahkan. Dan beliau selalu turun langsung mendampingi,” kenangnya.

Bagi Yennita Selvia Roza, Lurah Kayu Kubu, perpisahan ini seperti memutar kembali jejak panjang kebersamaan sejak bertugas di Kabupaten Agam. “Marahnya bapak itu tanda kasih. Dari situ kami belajar.”

Pesan Seorang Camat
Ketika tiba gilirannya berbicara, Yelrizon tak kalah terbawa suasana. Dengan suara pelan tapi penuh wibawa, ia mengucapkan terima kasih, sekaligus meminta maaf bila ada kata atau sikap yang pernah menyakitkan.
“Itu semua demi kelancaran pekerjaan,” katanya lirih.

Baca Juga:  48 Mahasiswa Prodi Geografi Universitas Tamansiswa Padang Ikuti KKL

Namun ada satu pesan yang ia tekankan, bekerja dengan ikhlas dan berpegang teguh pada aturan.

“Kalau nanti ada pegawai yang kariernya menanjak, itu kebahagiaan buat saya. Dan untuk camat yang baru, berikanlah dukungan penuh,” pesannya.

Jejak Panjang Pengabdian
Perjalanan Yelrizon bukan sekadar deretan jabatan, melainkan mozaik pengabdian.

Dari pegawai kantor Camat Matur di Kabupaten Agam, ke Kota Bukittinggi, staf di Kelurahan Manggis Ganting, sekretaris lurah, lurah di berbagai wilayah, sekretaris camat, hingga akhirnya dipercaya menjadi Camat Guguk Panjang lebih dari 4 tahun.

Setiap langkahnya diwarnai suka duka, dan setiap jabatan yang ia emban meninggalkan jejak pembelajaran bagi banyak orang.

Lebih dari Seorang Camat
Acara di Cafe Kapecong itu pun membuktikan satu hal, Yelrizon bukan hanya seorang pejabat, melainkan sosok ayah, kakak, sekaligus guru bagi bawahannya.

Perpisahan itu bukan akhir. Bagi Yelrizon, hari-hari ke depan adalah babak baru, menjadi saksi dari jauh, melihat “anak-anaknya” tumbuh, sambil berharap nilai keikhlasan dan ketaatan pada aturan tetap mereka bawa.

Siang itu, Cafe Kapecong tidak hanya menyimpan cerita tentang seorang camat yang pensiun. Ia menyimpan pesan abadi, bahwa kepemimpinan sejati selalu meninggalkan jejak di hati, bukan hanya di lembaran administrasi. (Aa)

Related Posts