Alarm Sejarah Kembali Digaungkan dari Bukittinggi

, Malam dingin 30 September selalu menyimpan kisah kelam dalam ingatan bangsa. Setiap tahun, deru peringatan G30S hadir bukan sekadar rutinitas, melainkan alarm agar generasi penerus tak pernah terlena.

Di Bukittinggi, peringatan itu kembali menggema. Dandim 0304/Agam, Letkol Inf Slamet Dwi Santoso, S.I.P., menyuarakan pesan yang menohok: “Jangan lupakan sejarah, tetap waspada terhadap bahaya laten komunis.”

Ucapan itu terdengar tegas di markas kerjanya, seolah hendak menembus waktu, menegur mereka yang kadang abai pada jejak kelam bangsa.

Tak berhenti di situ, pemerintah pusat pun menggelorakan simbol kebangsaan. Melalui Surat Edaran Nomor 8417/MK.L/TU.02.023/2025, seluruh rakyat Indonesia diimbau mengibarkan bendera Merah Putih setengah tiang pada 30 September. Bukan formalitas belaka, tapi tanda duka kolektif untuk para pahlawan yang gugur.

“Pengibaran bendera setengah tiang bukan hanya simbol penghormatan, tetapi juga sarana mengingat kembali sejarah bangsa,” sambung Slamet, matanya teduh namun penuh makna.

Esok harinya, 1 Oktober, bendera akan kembali berkibar penuh. Saat itu, bangsa ini memperingati Hari Kesaktian Pancasila, sebuah refleksi bahwa ideologi negara tetap tegak berdiri meski badai sejarah pernah mengguncang.

Semua itu diatur jelas dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara. Pasal 12 ayat (4) bahkan mendetailkan bagaimana prosesi pengibaran setengah tiang dilakukan: bendera naik dulu ke puncak, lalu diturunkan ke posisi sepertiga tiang, sebuah ritus sederhana, namun sarat makna.

Baca Juga:  Gencarkan Program Percepatan Penurunan Stunting, Pemkab Agam Gelar Rakor Antar Lembaga

Sejarah mencatat, malam 30 September hingga dini hari 1 Oktober 1965 adalah titik paling getir: tujuh perwira tinggi TNI AD diculik dan dibunuh. Gelombang darah itu mengguncang republik muda, meruntuhkan kepercayaan, sekaligus membuka babak baru dalam politik Indonesia.

Sejak itu, 30 September ditetapkan sebagai Hari Berkabung Nasional, sementara 1 Oktober disematkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Dua momentum yang ibarat sisi mata uang: duka dan bangkit, luka dan tekad.

Dan di tengah hiruk pikuk zaman digital hari ini, pesan Dandim Slamet seakan menjadi tamparan lembut: jangan biarkan generasi muda hanya mengenal G30S lewat potongan konten medsos. Ingatan kolektif bangsa harus dijaga, sebab melupakan sejarah berarti membuka pintu bagi kesalahan yang sama.

Bukittinggi malam itu kembali sunyi. Tapi di balik kesunyian, Merah Putih setengah tiang berkibar, menandai bahwa bangsa ini tidak pernah benar-benar lupa.

(Alex.jr)

Related Posts