Pemerintah Kabupaten Agam berjanji akan mengupayakan perbaikan melalui perubahan anggaran tahun 2024, namun kembali didera kenyataan pahit, anggaran daerah saat ini sedang defisit.
“Baru-baru ini, aspirasi telah disampaikan ke DPRD dalam sidang paripurna, tapi solusi konkret baru bisa diperjuangkan di tahun 2026,” ujar Reza.
Terpisah, Tokoh masyarakat Palupuh, Mahyudanil Dt. Marajo, tampak tak bisa menyembunyikan kesedihan melihat keadaan sekolah tersebut
“Kami hanya ingin anak-anak bisa belajar dengan layak. Tapi sekarang, semua porak-poranda,” ucapnya dengan suara bergetar.
Ia berharap pemerintah kabupaten agam sekarang ini tergerak hati untuk memperjuangkan lebih cepat, walaupun dengan alasan keterbatasan anggaran.
“Semoga Pemkab Agam lebih cepat memperbaiki sekolah itu, karena kita semua tau bahwa pendidikan adalah sektor yang sangat fundamental, untuk menuju perubahan dan peradaban suatu bangsa,” tukasnya.
Kini, di tengah reruntuhan dan atap yang digantikan terpal, anak-anak SD Negeri 11 Sipisang mencoba bertahan. Belajar di ruang yang tak lagi layak, penuh debu dan serpihan kayu. Di mata mereka, masih ada semangat. Tapi siapa yang akan menjawabnya?
Aktivitas belajar mengajar terpaksa lumpuh. Sampai saat ini anak-anak hanya bisa menatap reruntuhan tempat mereka biasa menimba ilmu, sementara sisa bangunan ditutup terpal seadanya, lambang keterbatasan dan keprihatinan.
Ironis, di negeri yang mengusung pendidikan sebagai tonggak masa depan, satu sekolah tua nan berjasa justru runtuh bukan hanya karena pohon, tetapi juga oleh kebijakan dan ketidakberdayaan.