PARIJS van SUMATERA, julukan yang disematkan pemerintah Hindia Belanda akan keindahan Nagari Kurai atau Bukittinggi tentunya sebuah pengakuan akan pesona dan keindahan Kota Bukittinggi.
Ini tentunya sebuah kebanggaan bagi masyarakat yang tinggal di daerah otonom seluas 25,239 km2 yang lahir pada 22 Desember 1784 tersebut.
Meski pesona tersebut tak pernah pudar hingga saat ini, namun Kota Bukittinggi yang dikukuhkan keberadaannya melalui UU no 9 tahun 1956, harus berbenah agar tak ditinggalkan.
Sebagai kota Sejarah, kota perjuangan, kota pendidikan, kota perdagangan, kota seni budaya, kota wisata serta kota olahraga, tentunya kita tak bisa berpangku tangan dengan semua itu.
Apalagi melihat perkembangan Kota Bukittinggi saat ini yang telah menjadi magnet bagi masyarakat Indonesia maupun mancanegara untuk mengunjunginya.
Sebagai tumpuan perekonomian Sumatera Barat, Bukittinggi harus berbenah dengan cepat untuk mengantisipasi semua kebutuhan penunjangnya, baik itu sarana dan prasarana pendukung serta yg paling utama adalah peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di Kota Bukittinggi.
Sebagai bagian dari masyarakat Bukittinggi yang diberi amanah meneruskan aspirasi warga di gedung rakyat atau di DPRD Kota Bukittinggi, program MICE yang ditawarkan oleh tokoh perantauan Bukittinggi yaitu Bapak H. Hendrazon, pantas diapresiasi .
Konsep Meeting Insentif Convention and Exebition (MICE) adalah yang terbaik untuk dihadirkan plus keberadaan Sport Center.
Hal itu tentunya akan mampu mendongkrak okupansi atau tingkat hunian hotel, apalagi kalau wilayah administrasi kota ini diperluas serta dioperasikan kembali Bandara Gadut.